Berikut pelajaran berharga yang kami
peroleh dari penjelasan Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni (Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah). Semoga bermanfaat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata,
Adapun mengenai firman Allah Ta’ala,
{ وَمَنْ
يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
} { وَيَرْزُقْهُ مِنْ
حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ }
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah
niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya
rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath Tholaq:
2-3). Dalam ayat ini diterangkan bahwa Allah akan menghilangkan
bahaya dan memberikan jalan keluar bagi orang yang benar-benar
bertakwa pada-Nya. Allah akan mendatangkan padanya berbagai manfaat
berupa dimudahkannya rizki. Rizki adalah segala sesuatu yang dapat
dinikmati oleh manusia. Rizki yang dimaksud di sini adalah rizki
dunia dan rizki akhirat.
Sebagian orang mengatakan, “Orang
yang bertakwa itu tidak pernah merasa fakir (miskin atau merasa
kekurangan) sama sekali.” Lalu ada yang bertanya, “Mengapa bisa
begitu?” Ia menjawab, “Karena Allah Ta’ala berfirman:
{ وَمَنْ
يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
} { وَيَرْزُقْهُ مِنْ
حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ }
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah
niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya
rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath Tholaq:
2-3)”
Kemudian ada yang bertanya kembali,
“Kami menyaksikan sendiri bahwa di antara orang yang bertakwa, ada
yang tidak punya apa-apa. Namun memang ada sebagian lagi yang diberi
banyak rizki.”
Jawabannya, ayat tersebut menunjukkan
bahwa orang yang bertakwa akan diberi rizki dari jalan yang tak
terduga. Namun ayat itu tidak menunjukkan bahwa orang yang tidak
bertakwa tidak diberi rizki. Bahkan setiap makhluk akan diberi rizki
sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا مِنْ
دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إلَّا عَلَى
اللَّهِ رِزْقُهَا
“Dan tidak ada suatu binatang melata
pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya” (QS. Huud:
6). Bahkan hamba yang menerjang yang haram termasuk yang diberi
rizki. Orang kafir tetap diberi rizki padahal rizki itu boleh jadi
diperoleh dengan cara-cara yang haram, boleh jadi juga dengan cara
yang baik, bahkan boleh jadi pula diperoleh dengan susah payah.
Sedangkan orang yang bertakwa, Allah
memberi rizki pada mereka dari jalan yang tidak terduga. Rizkinya
tidak mungkin diperoleh dengan cara-cara yang haram, juga tidak
mungkin rizki mereka dari yang khobits (yang kotor-kotor). Perlu
diketahui bahwa orang yang bertakwa tidak mungkin dihalangi dari
rizki yang ia butuhkan. Ia hanyalah dihalangi dari materi dunia yang
berlebih sebagai rahmat dan kebaikan padanya. Karena boleh jadi
diluaskannya rizki malah akan membahayakan dirinya. Sedangkan
disempitkannya rizki malah mungkin sebagai rahmat baginya. Namun beda
halnya dengan keadaan manusia yang Allah ceritakan,
{ فَأَمَّا
الْإِنْسَانُ إذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ
فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ
رَبِّي أَكْرَمَنِ } { وَأَمَّا
إذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ
رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ }
{ كُلًّا }
“Adapun manusia apabila Tuhannya
mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka
dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku". Adapun bila
Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata:
"Tuhanku menghinakanku”. Sekali-kali tidak (demikian).” (QS.
Al Fajr: 15-16)
Senyatanya tidak demikian. Belum tentu
orang yang diluaskan rizkinya, ia berarti dimuliakan. Sebaliknya
orang yang disempitkan rizkinya, belum tentu ia dihinakan. Bahkan
boleh jadi seseorang dilapangkan rizki baginya hanya sebagai
istidroj(agar ia semakin terlena dengan maksiatnya). Begitu pula
boleh jadi seseorang disempitkan rizkinya untuk melindungi dirinya
dari bahaya. Sedangkan jika ada orang yang sholih yang disempitkan
rizkinya, boleh jadi itu karena sebab dosa-dosa yang ia perbuat
sebagaimana sebagian salaf mengatakan,
إنَّ الْعَبْدَ
لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ
يُصِيبُهُ
“Seorang hamba boleh jadi terhalang
rizki untuknya karena dosa yang ia perbuat.”
Dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
مَنْ أَكْثَرَ
الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ
مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ
ضِيقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ
لَا يَحْتَسِبُ
“Barang siapa yang memperbanyak
beristighfar, maka Allah pasti akan selalu memberikannya jalan keluar
dari setiap kesempitan dan kelapangan dari segala kegundahan serta
Allah akan memberikan rizki kepadanya dari arah yang tidak ia
sangka-sangka.”[1]
Allah Ta’ala telah mengabarkan bahwa
kebaikan itu akan menghapus kejelekan, istighfar adalah sebab
datangnya rizki dan berbagai kenikmatan, sedangkan maksiat adalah
sebab datangnya musibah dan berbagai kesulitan. (Kita dapat
menyaksikan hal tersebut dalam ayat-ayat berikut ini).
Allah Ta’ala berfirman,
الر كِتَابٌ
أُحْكِمَتْ آَيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ
مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ (1) أَلَّا
تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ إِنَّنِي
لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ (2)
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ
ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ
مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ
“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab
yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara
terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana
lagi Maha Tahu, agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya
aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa khabar gembira
kepadamu daripada-Nya, dan hendaklah kamu meminta ampun kepada
Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang
demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus
menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia
akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan
(balasan) keutamaannya” (QS. Huud: 1-3)
فَقُلْتُ
اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ
غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ
السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11)
وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ
وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ
وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12)
“Maka aku katakan kepada mereka:
'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun-,niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,
dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu
kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”
(QS. Nuh: 10-12)
{ وَأَنْ لَوِ
اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ
لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا }
{ لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ }
“Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap
berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan
memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak). Untuk
Kami beri cobaan kepada mereka padanya.” (QS. Al Jin: 16-17)
وَلَوْ أَنَّ
أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا
لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ
السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ
كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا
يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan
(ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.” (QS. Al A’rof: 96)
وَلَوْ
أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ
وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إلَيْهِمْ
مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ
وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ
“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh
menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan
kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan
dari atas dan dari bawah kaki mereka.” (QS. Al Maidah: 66)
وَمَا
أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا
كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ
كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa
kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan
Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS.
Asy Syura: 30)
وَلَئِنْ
أَذَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً
ثُمَّ نَزَعْنَاهَا مِنْهُ إنَّهُ
لَيَئُوسٌ كَفُورٌ
“Dan jika Kami rasakan kepada manusia
suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut
daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima
kasih.” (QS. Hud: 9)
مَا أَصَابَكَ
مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا
أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh
adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari
(kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. An Nisa’: 79)
{ فَأَخَذْنَاهُمْ
بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ
يَتَضَرَّعُونَ } { فَلَوْلَا
إذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا تَضَرَّعُوا
وَلَكِنْ قَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَزَيَّنَ
لَهُمُ الشَّيْطَانُ مَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ }
“Kemudian Kami siksa mereka dengan
(menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon
(kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. Maka mengapa mereka
tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika
datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi
keras, dan syaitanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang
selalu mereka kerjakan.” (QS. Al An’am: 42-43)
Allah Ta’ala telah mengabarkan dalam
kitabnya bahwa Dia akan menguji hamba-Nya dengan kebaikan atau dengan
kejelekan. Kebaikan yang dimaksud adalah nikmat dan kejelekan adalah
musibah. Ujian ini dimaksudkan agar hamba tersebut teruji sebagai
hamba yang bersabar dan bersyukur. Dalam hadits shahih, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَاَلَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَقْضِي اللَّهُ
لِلْمُؤْمِنِ قَضَاءً إلَّا كَانَ خَيْرًا
لَهُ وَلَيْسَ ذَلِكَ لِأَحَدِ إلَّا
لِلْمُؤْمِنِ إنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ
شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ
أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ
خَيْرًا لَهُ
“Demi yang jiwaku berada di
tangan-Nya. Allah tidaklah menetapkan bagi seorang mukmin suatu
ketentuan melainkan itu baikk baginya. Hal ini tidaklah mungkin kita
jumpai kecuali pada seorang mukmin. Jika ia mendapatkan kebahagiaan,
ia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika ia ditimpa suatu bahaya, ia
bersabar, maka itu pun baik baginya.”
Demikian penjelasan dari Abul ‘Abbas
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmu’ Al Fatawa
(16/52-54). Semoga bermanfaat dan dapat sebagai penyejuk hati yang
sedang gundah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar